Sekilas

KARMA VS IMAN

Swami Vivekananda ketika ditanyakan oleh seorang remaja, bagaimana menjadi seorang Hindu yang baik? Beliau menjawab: Do Good, Be Good. Berbuat baik maka anda akan menjadi baik. Ini bukan jawaban asal-asalan, tetapi ada dasar teks dalam Sruti: “Sesuai dengan kehendaknya, demikianlah perbuatannya. Sesuai dengan perbuatannya, demikianlah ia jadinya. Yang berbuat baik menjadi baik. Yang berbuat jahat menjadi buruk “. (Brhad-aranyaka Upanisad 4.4.5)

Jadi tindakan kita yang menentukan apakah kita menjadi baik atau buruk. Yang menentukan adalah apa yang kita kerjakan. Bukan apa yang kita percaya, sekalipun keyakinan mempengaruhi tindakan.

Mengenai klaim eksklusif dari agama-agama Abrahamistik, terutama Kristen dan Islam tentang keselamatan yang hanya ada dalam agamanya sendiri. Tidak ada keselamatan diluar gereja. Hanya melalui Yesus manusia mencapai Bapa. Islam hanya satu-satunya agama yang diakui Allah. Orang-orang diluar agama mereka tidak akan selamat (masuk sorga) tetapi akan mendapat celaka (masuk neraka). Dalam Islam ada kepercayaan ketika orang meninggal, begitu dia dimasukkan di dalam kuburnya, akan ditanya oleh dua malaikat, Munkar dan Nakir, apa agamanya, dan siapa nabinya? Jika si mati menjawab agamanya bukan Islam dan Nabinya bukan Muhammad, maka dia akan masuk neraka, setelah hari pengadilan terakhir, dan selama menunggu di alam kubur akan disiksa, antara lain kuburnya akan dipersempit. Tidak jelas apakah mayat akan sesak bila kuburnya dipersempit ataukah lebih lega bila kuburnya diperluas? Jadi di dalam kedua agama ini yang dipentingkan adalah keyakinan, iman bukan tindakan atau perbuatan.

Pertanyaan yang segera akan muncul dengan keyakinan semacam ini adalah: bagaimana dengan orang-orang yang lahir dan mati sebelum agama ini didirikan? Islam baru sekitar 1400 tahun, Kristen 2000 tahun. Jika konsekuen tentu saja orang-orang itu termasuk ayah, ibu, kakek dan nenek dari pendiri agama-agama ini akan masuk neraka. Tidak peduli mereka adalah orang-orang yang telah berbuat baik selama hidupnya, paling tidak telah melahirkan dan membesarkan pendiri agama dengan api neraka itu. Alangkah kejamnya.

Pertanyaan kedua adalah, bagaimana dengan orang-orang beriman yang melakukan kejahatan terhadap orang beriman yang lain? Apakah keduanya akan masuk sorga, hanya karena memiliki iman yang sama? Bila jawabannya “ya” betapa buruknya keadilan Tuhan itu.

Tetapi agama-agama ini juga memiliki kepercayaan tentang pengadilan terakhir. Setelah hari kiamat semua orang-orang mati, baik yang mati ribuan tahun lalu maupun yang baru mati pada hari kiamat, akan dibangkitkan bersama tubuhnya, lalu diadili untuk kemudian ditetapkan tempatnya, di sorga atau di neraka, untuk selama-lamanya.

Sistem pengadilan akhir ini tidak bisa ditiru oleh pengadilan manusia, karena tidak mempunyai kepastian kapan akan dilaksanakan, tidak ada keadilan dalam menunggu. Sementara pengadilan di dunia dituntut untuk memiliki kepastian, tepat, murah dan adil. Seseorang tidak boleh menunggu, dalam tahanan, hari pengadilan tanpa batas waktu. Melewati batas waktu penahanan, seseorang terdakwa bisa bebas murni. Pengadilan di dunia ini, dengan segala kekurangan dalam pelaksanaannya memiliki sistem yang jauh lebih baik dari pengadilan Tuhan agama-agama Abrahamistik.

Menurut Kristen, nanti yang jadi hakim dalam pengadilan akhir ini adalah Yesus. Menurut Islam yang jadi hakim adalah Allah, tetapi Muhammad nabi mereka, akan memberi rekomendasi siapa yang layak masuk sorga , siapa yang masuk neraka. Allah akan mengikuti rekomendasi itu.

Dalam Karma, keadilan dapat diperoleh begitu perbuatan selesai dilakukan, atau dalam hidup si pelaku, atau dalam hidupnya yang akan datang. Pengadilan oleh hati nuraninya berjalan setiap saat.

Apakah yang ditimbang dalam pengadilan akhir itu? Iman atau Tindakan? Apakah Hitler masuk sorga, hanya karena dia Kristen, sekalipun dia telah memerintahkan pembunuhan enam juta orang Yahudi di kamar gas, sementara Mahatma Gandhi masuk neraka hanya karena dia orang Hindu? Jawaban dari dogma jelas “Ya”.

Paus John Paul II pernah menyatakan,” Ingatlah bahwa pada akhirnya kamu akan menghadirkan dirimu di depan Tuhan dengan seluruh hidupmu. Di depan kursi pengadilanNya kamu akan bertanggung jawab tidak hanya atas seluruh tindakan dan kata-katamu  tetapi juga pikiran-pikiranmu, bahkan yang paling rahasia.”

Jadi Karma juga kan?


Sumber: Petunjuk Untuk Yang Ragu